Ini adalah cerita lama tepatnya di bulan September 2012. Melalui cerita ini gue sangat mengambil pelajaran ketika akan mendaki gunung lagi. Persiapan itu harus dilakukan dengan lebih baik lagi walau gue terhitung sering dalam mendaki gunung. Setelah kejadian itu gue selalu mengevaluasi manajemen perjalanan agar saat pendakian selanjutnya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Cuaca kota Mataram begitu cerah sehingga gue berkeyakinan gunung Rinjani akan sangat bersahabat untuk didaki. Tersiar kabar dari seorang pedagang toko sembako yang anaknya selesai mendaki bahwa di jalur pendakian Sembalun persediaan air sangat menipis dan itu tidak sebanding dengan jumlah pendaki yang ramai. Info yang bagus sebagai masukan agar membawa cadangan air berlebih dan menghemat penggunaan air. Rombongan gue hanya 4 orang. Mobil siap, semua siap, berangkatlah kita menuju pintu masuk jalur pendakian gunung Rinjani via Sembalun.
Jalan menuju Sembalun berkelok-kelok naik turun bukit dan beraspal mulus. Pemandangan indah membuat kami menepi untuk melakukan ritual foto-foto. Kami pun menepi. Seperangkat alat memasak dikeluarkan lalu berkopi ria lah kami dilokasi ini. Kompor gas yang kami gunakan tidak ada kendala sedikitpun walau angin berhembus begitu kuat menghantam nyala api dan api kompor tetap menyala sempurna. Kompor aman.
Perjalanan dilanjutkan. Sampailah kami di pintu pendakian gunung Rinjani via Sembalun. Urus registrasi, pamit dengan kawan yang mengatar, lalu kami berangkat menuju pos 2. Berangkat jam 17.00 wit sampai pos 2 jam 19.30 wit. Disini drama ini dimulai. Sesampai di pos 2, kami langsung menjalankan aktifitas masing-masing. Mendirikan tenda, membuat api unggun, memasak, dan mengambil air disela-sela tanaman yang sudah ada mata airnya.
“Lu bawa gas berapa banyak?” tanya kawan gue, Rico namanya.
“6 kaleng, mayan dah buat 4 hari 3 malem mah cukup kita berempat” sahut gue
“Beuh manteb gakkan kehabisan gas ini mah kita” celetuk Rico sambil membereskan dalam tenda.
“Yoman” sahut gue
Setelah percakapan itu tidak lama kemudian nyala api dikompor mulai hilang. Perlahan tapi pasti warna biru api digantikan dengan warna transparan api alias mati. Yaa, kompor itu mati dan tidak bisa dibenerin walau sudah berulang kali kami mencoba. Minjam kompor tetangga ada perasaan tidak enak karena tenda samping tenda gue mereka sedang membaca al-Qur'an, alhasil kami memasak nasi dan lauknya menggunakan kayu bakar. Kenapa tidak meminjam ke tetangga yang lain lagi? Karena hanya ada 3 tenda disitu. Disini gue tidak punya perasaan apapun karena gue berfikir mungkin kompor itu masih jetlag sama hawa dingin gunung Rinjani.
Rinjani dipagi hari sangat menakjubkan tapi momen itu dirusak oleh kompor sialan. Pagi itu kawan gue si Doni meminjam kompor tetangga untuk keperluan memasak. Aktifitas pagi dipercepat karena target tiba di Pelawangan Sembalun itu jam 15.00 wit. Packing selesai saatnya berangkat. Kami berangkat jam 08.00 wit sampai jam 15.00 wit, sesuai rencana. Sambil menikmati pemandangan danau Segara Anak kami melakukan aktifitas. Mendirikan tenda, mengambil air, memasak, dan tak lupa ritual berfoto. Hal aneh terjadi lagi. Saat akan memasak Rico meminjam kompor tetangga lalu drama dimulai lagi ternyata kompor tersebut mati sodara sodara. Yang punya kompor pun ikut bingung padahal dia baru selesai memasak air. Jeng...jeng..jeng… akhirnya kami memasak menggunakan kayu bakar. Saat memasak gue baru inget kalau bawa paravin 1 pack dan terselamatkan lah kami dengan paravin itu. Gue masih belum sadar kenapa kompor gue mati dan setiap Rico meminjam kompor tetangga juga ikutan mati. Saat itu gue berfikir positif saja.
Setelah turun dari puncak Rinjani, kami packing dan meneruskan perjalanan ke Danau Segara Anak. Jalur yang indah. Mesti dilihat secara langsung bukan dari video, tulisan, maupun cerita orang-orang. Tiba di danau Segara Anak jam 16.00 wit. Kami memasak menggunakan paravin yang dicampur dengan kayu bakar bertujuan untuk menghemat paravin yang mulai menipis. Nah disini gue baru inget celetukan Rico di pos 2 yang dengan nada wolesnya bilang gakkan abis gas, eh ternyata bukan gas yang habis malah kompornya yang rusak. Itu lebih kacau dari sekedar gas habis. Hahaha
Mau percaya atau tidak cerita tersebut tidak apa-apa tetapi semenjak kejadian itu setiap mendaki gunung lagi gue sangat menjaga lisan agar tidak kejadian aneh terjadi. Sejak kejadian itu pula gue selalu membawa cadangan bahan bakar terutama paravin jika kompor gas rusak atau gasnya yang rusak masih ada alternatif lainnya.
7 hari setelah pendakian ke gunung Rinjani gue iseng ingin membetulkan kompor di rumah, ternyata langsung bisa tanpa membongkar kompor. Kompor gue baik-baik saja sodara. Nyala apinya pun bagus banget sama seperti sedia kala. Kompor ku is back.
Terima kasih Rinjani sudah memberikan pelajaran yang amat sangat berharga baik untuk pendakian gunung maupun untuk aktifitas lainnya.
Salam,
Comments
Post a Comment