Suara ketukan pintu memecah kesunyian. Seorang pria yang sedaritadi duduk termenung hanya diam tanpa sedikitpun beranjak dari kasur lantainya. Tak ada kata tak ada nada, suasana sunyi tetap menyelimuti ruangan ini. Sesekali ia mengubah posisi duduk menjadi posisi tidur. Rentangan kedua tangan saat dalam posisi tidur seakan menandakan ia butuh ketenangan, ketenangan dalam berfikir, ketenangan dalam bersikap dan ketenangan dalam menjalani hidup. Suara ketukan pintu kembali terdengar, pria tersebut tetap enggan untuk bersuara. Pejaman mata dan helaan nafas yang panjang seakan itu sebuah pesan kepada si pengetuk pintu bahwa pria tersebut tak ingin diganggu. Lampu ruangan yang temaram menambah kesunyian. Entah apa yang ada dipikirkan pria itu sehingga enggan tuk membukakan pintu. Ketukan pintu kembali terdengar, ini adalah ketukan pintu yang ketiga. Dengan langkah lunglai pria itu beranjak dari kasur lantainya. Hanya menggunakan kaos oblong warna putih bertuliskan 'Ajudan Presiden' dan celana pendek warna cream pria itu berjalan menuju pintu lalu membukanya. Dihadapan dia berdiri seorang pria paruh baya dengan memakai kemeja berwarna coklat. Rambutnya pun mulai memutih dan tidak tersisir rapi akibat memakai helm motor. Tamu pria tersebut mulai memperkenalkan diri dan memberi tahu maksud serta tujuan datang ke rumah Si Pria Sunyi. Mereka pun duduk dikursi kayu Jati yang bermotif ukiran khas daerah Jepara. Si Pria Sunyi pamit sejenak untuk menyuguhkan minuman kopi sebagai teman saat berbincang. Di dapur rumah, sambil menunggu matangnya rebusan air, Si Pria Sunyi mencoba menerka siapa tamu pria tersebut dan apa maksud kedatangan yang sesungguhnya datang ke rumah. Bunyi rebusan air matang membuyarkan pikiran dia akan sosok tamu pria tersebut. Kopi diseduh dan aroma kopi semerbak mewangi. Ini adalah kopi kedua yang Si Pria Sunyi beli dalam jangka waktu tiga puluh hari. Ia penyuka berbagai macam jenis kopi. Stok kopi pun selalu ada di dapur mungilnya. Dapur berukuran 4 x 6 meter cukup untuk keluarga kecil yang ia dihuni hanya dua orang. Peralatan dapur pun standar seperti perlatan dapur pada umumnya. Yang membedakan adalah terdapat satu buah mesin giling kopi yang ditaruh disamping meja makan. Mesin giling kopi itu merupakan benda favorit dia ketika hasrat meminum kopi membuncah. Si Pria Sunyi membawakan dua gelas cangkir kopi untuk diminum bersama tamunya.
Sebatang rokok kretek mulai dinyalakan oleh si tamu pria. Suasana yang agak tegang berubah menjadi sedikit mencair. Si tamu mulai berbicara tentang maksud kedatangannya menemui Si Pria Sunyi. Entah apa yang mereka obrolkan karena suara obrolan mereka terlalu pelan dan dapat dikalahkan dengan suara gesekan antar daun pohon rambutan yang tumbuh didepan rumah. Sesekali terdengar suara tawa para pria tersebut lalu lenyap lagi seperti di makan angin malam. Si Pria Sunyi sesekali memandang jam dinding yang tergantung di ruang tamu. Ia sangat ingin kembali ke kasur lantai untuk meneruskan 'kesunyiannya'. Kesunyian yang selalu ia dapatkan ketika pulang bekerja. Kesunyian yang selalu ia dapatkan ketika berada di rumah. Kesunyian yang selalu ia dapatkan setelah pulang bermain. Sunyi yang seakan tak pernah berhenti mengisi setiap ruangan rumah ini.
Jam menunjukkan pukul dua puluh satu lewat lima belas menit. Setelah menghabiskan tiga batang rokok, tamu pria itu pamit. Raut wajah senang terlihat pada lengkukan bibir Si Pria Sunyi. Tanpa banyak basa basi Pria Sunyi melanjutkan kesunyiannya tanpa peduli dengan sisa abu rokok dan kopi yang masih membekas di meja. Ia kembali ke kasur lantai dengan posisi tidur yang wajahnya menghadap langit-langit rumah. Sambil memejamkan mata dan menghela nafas , ia merenungi hidup. Mau kemana jalan hidup yang harus ia lalui. Rencana hidup yang baru saja ia susun ternyata hancur berantakan. Peristiwa dua tahun silam telah merubah segalanya. Ditengah kesunyian, ia teringat pesan seorang kakek tua yang tak sengaja bertemu di warung kopi.
“Allah SWT memberikan kita satu masalah dan juga memberikan kita sepuluh jalan keluar atas permasalahan tersebut. Tetap semangat menjalani hidup, perbanyak ibadah kepada Allah SWT dan selalu berbuat baik kepada sesama.”
tak disangka air mata lelaki itu mengalir deras bersamaan dengan semakin larutnya malam.
Comments
Post a Comment