Entah apa yang ada dibenak Jajang sekarang, wajahnya
begitu murung seakan tak mau bertatap dengan siapapun. Badannya bersandar pada
dinding putih yang kusam. Sesekali kepalanya mendongak keatas memastikan tak
ada reruntuhan puing atap rumah mengenai dirinya. Disela jari telunjuk dan jari
tengah terselip batang rokok kretek yang mulai habis dibakar api kekecewaan.
Tidak biasanya Jajang bertingkah seperti ini, cara dia menghisap rokok
menandakan dia sedang mengalami masalah yang pelik.
"'kurang ajar, setan alas,
asuuu, juancook. Kau pikir kau ini siapa? Tang mentang cantek seenak udelnya
dewek selingkuh. Kau kira enak diselingkuhi? Hah?! Juancoook !" Jajang
mengumpat dengan keras. Teriakannya mengalahkan suara badai hujan diluar sana. "gue tau gue hanya seorang pegawai pemerintahan yang gajinya tak cukup untuk
membeli tas Calvin Klein kesukaan lu itu tapi kalo udeh selingkuh itu udah
keterlaluan !" Jajang kembali mengumpat. Sedetik kemudian ia melempar batu ke
arah reruntuhan kaca di sudut ruangan tersebut. Lemparan yang penuh amarah,
lemparan yang penuh emosi. Lemparan ini seakan mengukuhkan bahwa Jajang
bukanlah lelaki lemah yang tak bertanggung jawab. Lemparan ini seakan
membuktikan bahwa ia dapat membahagiakan wanitanya dengan segenap tetesan
keringat hasil ia bekerja.
Jam menunjukkan pukul 9 malam. Sudah lebih dari 5 batang rokok kretek ia
habiskan dalam waktu 1 jam. Hujan mulai reda, suasana hujan membangkitkan
memori yang lalu. Jajang masih membayangkan betapa sakit hatinya ketika melihat
Siti gadis pujaan Jajang dengan begitu mesra berpelukan dengan lelaki lain.
Gadis yang begitu ia banggakan dihadapan teman-teman dan orang tuanya ternyata
menyimpan kebusukan hati.
Gadis manis dengan lesung pipi ini tak disangka berpindah ke lain hati.
Pria diseberang sana nampak begitu sumringah mendapat balasan pelukan dari
Siti. Sambil bersandar di mobil Honda Jazz berwarna putih mereka sangat mesra
hingga membuat Jajang naik pitam. “Juancook!, selama ini lu bilang sibuk kerja
sampai susah ditemui ternyata lu main hati. Lu udah siram api lilin pake
spirtus!” Jajang mulai geram.
Ada niatan Jajang untuk menghabisi pria tersebut
tapi ia berfikir kembali jika menghabisi pria tersebut takkan menyelesaikan
masalah. Jajang terdiam dalam gelapnya malam menyaksikan kekasih yang sangat
dicintainya memadu kasih dengan pria lain. Jajang tersadar bahwa ia bukanlah
apa-apa dibandingkan pria tersebut. Honda Beat memang selalu kalah kelas dengan
Honda Jazz. Dengan segala kehancuran hati Jajang mulai menghilang dari
kegelapan malam.
Comments
Post a Comment