Mulutmu harimaumu. Mungkin itu kata yang tepat untuk
menggambarkan konflik pada buku Critical Eleven. Buku ini mengisahkan tentang
jalan percintaan seorang wanita yang berkarir dibidang konsultan bisnis, bernama
Anya dengan Ale seorang pria tampan yang bekerja disebuah kilang minyak di
Teluk Meksiko. Mereka menikmati masa perkenalan hingga menikah layaknya
sepasang kekasih yang sedang mabuk asmara. Hari-hari mereka begitu indah. Perkenalan
yang singkat di pesawat merubah hidup mereka. Ale yang bekerja di tengah laut dengan
durasi kerja 30 hari di laut dan 30 hari di darat sangat menikmati hidupnya
semenjak perkenalan dia dengan Anya.
Setiap ada kesempatan untuk pulang dia
selalu pulang ke Indonesia untuk bisa bertemu dengan Anya. Sampai akhirnya
mereka pun menikah dan Anya hamil. Memasuki usia kandungan 9 bulan ada yang
tidak beres dengan janin yang dikandung Anya. Si Bayi kecil bernama Aidan yang
selama ini diidamkan untuk mengisi hari-hari mereka meninggal didalam kandungan.
Raut kesedihan menyelimuti keluarga kecil ini hingga suatu ketika dengan begitu
lancar keluar kata-kata dari mulut Ale bahwa penyebab kematian anak mereka
adalah Anya yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Semua berubah. Sudah ditinggal
anak yang dicintainya dituduh pula penyebab kematian si anak. Rumahku surgaku
berubah menjadi rumahku nerakaku.
Ada bagian yang gue suka dari novel ini yaitu ketika ada
masalah Ale semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ale selalu membawa sisi
relijiulitas kemana pun ia berada. Dan ini ditonjolkan dalam novel Critical
Eleven. Emang ngehek sih disaat istri sedang berduka eh Ale dengan santainya
bilang “mungkin kalau dulu kamu nggak terlalu sibuk, Aidan masih hidup”. Masih mending
sih Anya langsung mengeluarkan jurus khas perempuan yaitu diam. Laah kalau Anya
nimpuk Ale pakai kursi, kelar hidup lu, Le. Udah salah ngomong, ditimpuk PAKAI
kursi, didiamkan pula, gak dapat ‘jatah’ pula walaah bisa kacau dunia
persilatan. Bayangin aja selama lebih dari 8 bulan tinggal serumah tapi tak ada
keharmonisan layaknya rumah tangga pengantin baru. Sebagus apapun raga jika
jiwanya kosong ia bagaikan air didaun talas, mudah terombang ambing lalu ‘mati’
secara perlahan. Yang kamu lakukan ke aku, jahat!
Sebenarnya lebih asik kalian membaca novelnya daripada
membaca ulasan di blog gue, jadi alangkah baiknya beli buku lalu mulai membaca.
Salam ngawur !
Comments
Post a Comment